Al-Mu’allaqat


          Masyarakat Jahiliyyah sering mengadakan fastival sastra secara periodik. Ada festival sastra mingguan, bulanan, dan tahunan. Mereka juga membuat apa yang yang sekarang disebut dengan pasar seni. Di pasar seni ini para pujangga saling unjuk kemampuan dalam bersastra. Di antara pasar seni yang paling bergengsi pada zaman Jahiliyyah adalah pasar Dzu al-Majaz, yang terletak di daerah Yanbu', dekat Sagar (kini termasuk wilayah Madinah); pasar seni Dzu al-Majinnah di sebelah barat Mekkah, dan pasar seni ‘Ukadz yang terletak di timur Mekkah, antara Nakhlah dan Tha'if. Di tiga tempat ini, masyarakat Jahiliyyah melangsungkan festival seni selasa selama 20 hari, sejak bulan Dzulqaidah.
          Di pasar ‘Ukadz para penyair berlomba mendendangkan karya-karya mereka di depan dewan juri yang terdiri dari sejumlah pujangga yang telah memiliki reputasi. Karya-karya puisi yang dinyatakan sebagai yang terbaik akan ditulis dengan tinta emas di atas kain yang mewah, kemudian akan digantungkan di dinding Ka'bah, yang kemudian dikenal dengan istilah al-Mu'allaqat (puisi-puisi yang digantungkan pada dinding Ka'bah). 
        Sastra puisi Arab yang paling terkenal pada zaman Jahiliyyah adalah puisi-puisi al-Mu'allaqat. Dinamakan al-Mu'allaqat, karena puisi-puisi tersebut digantungkan pada dinding Ka'bah. Pada zaman Jahiliyyah, menggantungkan sesuatu pada dinding Ka'bah bukanlah hal yang aneh, karena setiapkali ada urusan yang penting, pasti akan digantungkan pada dinding Ka'bah. Pada masa Rasulullah SAW, pernah terjadi konflik antara Beliau SAW dan Suku Quraisy. Suku Quraisy sepakat untuk tidak lagi berhubungan dengan Bani Hasyim. Mereka tidak akan kawin dan melakukan jual-beli dengan keturunan Bani Hasyim. Kesepakatan tersebut ditulis di atas perkamen dan digantungkan pada dinding Ka'bah.
          Puisi al-Mu'allaqat berbentuk qasidah  (ode) panjang, dan memiliki tema bermacam-macam, yang menggambarkan keadaan, cara, dan gaya hidup orang-orang Arab Jahiliyyah. Selain memiliki sebutan al-Mu'allaqat, puisi-puisi yang digantungkan tersebut juga memiliki sebutan lain, antara lain:
  1. As-Sumut (Kalung), karena menurut orang-orang Arab Jahiliyyah, rangkaian puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah berbentuk seperti kalung yang tergantung pada dada wanita. 
  2. Al-Mudzahhabaat (yang ditulis dengan tinta emas), karena puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah ditulis dengan menggunakan tinta yang terbuat dari emas. 
  3. Al-Qasha'id al-Masyhuraat (Qasidah-qasidah yang terkenal), karena puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah tersebut adalah puisi-puisi terkenal yang ada saat itu dibandingkan dengan puisi-puisi yang lainnya. 
  4. As-Sab'u at-Tiwal (Tujuh buah puisi yang panjang-panjang), karena puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah tersebut terdiri dari tujuh buah puisi dan panjang-panjang. Nama ini diberikan oleh orang yang berpendapat bahwa puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah tersebut ada tujuh buah. 
  5. Al-Qasha'id al-Tis'u (Sembilan buah Qasidah), karena puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah itu terdiri dari sembilan buah puisi. Nama ini diberikan oleh orang-orang yang berpendapat bahwa puisi-puisi yang tergantung tersebut terdiri dari sembilan buah puisi. 
  6. Al-Qasha'id al-‘Asru (Sepuluh buah qasidah), karena puisi-puisi yang tergantung pada dinding Ka'bah itu terdiri dari sepuluh buah puisi. Nama ini diberikan oleh orang-orang yang berpendapat bahwa puisi-puisi yang tergantung tersebut terdiri dari sepuluh buah puisi.

         Sejarah sastra Arab mencatat sepuluh penyair al-Mu'allaqat, yaitu Umru al-Qais bin Hujrin bin al-Harits al-Kindi, Zuhair bin Abi Sulma al-Muzani, an-Nabigah adz-Dzibyani, al-A'sya al-Qaisi, Lubaid bin Rabi'ah al-Amiri, Amr bin Kultsum at-Taghlibi, Tharafah bin Abdul Bakri, Antarah bin Syaddad al-Absi, al-Harits bin Hilliziah al-Bakri, dan Ummayah bin ash-Shalt.

         Penyair Jahiliyyah lain yang sangat terkenal, tetapi tidak termasuk penyair al-Muallaqat, adalah al-Khansa (w. 664, penyair wanita dari kabilah Mudhar yang akhirnya memeluk Islam), al-Khutaiyah (w.679, juga berasal dari kabilah Mudhar dan masuk Islam), Adi bin Rabi'ah (w. 531, dikenal dengan nama al-Muhalhil), Sabit bin Aus al-Azdi (w.510, dikenal dengan nama asy-syanfari).

1 komentar:

Pupuk Organik untuk Kangkung Darat mengatakan...

subhanallah, sukron pak ustad

Posting Komentar