Perkembangan Puisi Arab Modern

Perkembangan puisi pada masa ini, secara bertahap, mendapat pengaruh dari Eropa Baru, meskipun perubahannya mendapat tantangan dari para tradisionalis yang ingin tetap menjaga tradisi klasik, yaitu adanya monoritme dalam puisi Arab. Seperti genre sastra lainnya, puisi pada masa ini dimulai dengan ekspresi-ekpresi mengenai politik, sosial, dan budaya. Secara umum gambaran puisi Arab sampai tahun 1920 baik dari segi bentuk maupun bahasanya masih menggunakan bentuk dan bahasa lama (klasik), sementara mengenai temanya, masih ada yang menggunakan tema lama, tapi diadaptasi dengan suasana yang baru, dan ada juga tema-tema yang baru, seperti tema nasionalisme. Tema nasionalisme ini kadang-kadang menyuarakan tentang Pan Arabisme dan Pan Islamisme. Adapun perkembangan puisi Arab pada masa ini dapat dilihat dari beberapa aspek adalah sebagai berikut:
Aliran-aliran Puisi Arab Masa Modern
1.   Aliran al-Muhafidzun, yaitu aliran yang masih memelihara kaidah puisi Arab secara kuat, misalnya keharusan menggunakan wazan (pola) dan qafiyah (rima), jumlah katanya sangat banyak, uslub-nya kuat (gaya atau cara seseorang mengungkapkan dirinya dalam tulisan), tema-temanya masih mengikuti tema-tema masa sebelumnya, seperti madah (pujian-pujian), ritsa (ratapan), ghazal (percintaan), fakhr (membanggakan diri atau kelompok), dan adanya perpindahan dari satu topik ke topik yang lain dalam satu qasidah (ode). Para sastrawan atau penyair yang masuk ke dalam katagori aliran ini di antaranya adalah Mahmud Sami al-Barudi, Ahmad Syauqi, Hafidz Ibrahim, dan Ma'ruf ar-Rusafi.
2.   Aliran al-Mujaddidun, yaitu aliran yang muncul karena adanya peruba han situasi politik, sosial, dan pemikiran, adanya keinginan untuk lepas dari hal-hal yang berbau tradisional, adanya pengaruh aliran romantik dari sastrawan-satrawan Barat, adanya penelitian-penelitian modern tentang jiwa, yang menjadikan sastra, khususnya puisi sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan jiwa dan realita dalam masyarakat. Di antara para sastrawan yang masuk ke dalam aliran ini adalah Khalil Mutran, Abbas al-Aqqad, Abdurrahman Syukri, Ibrahim Abdul Qadir al-Mazini, al-Tijani Yusuf Basyir, Abu al-Qasim asy-Syabiy, dan tahir Zamakhsari.
Dalam aliran ini terdapat adanya pembaharuan dalam topiknya, khususnya dalam hal yang menyangkut tentang masyarakat dan kehidupan, serta kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Adanya pembaharuan dalam deskripsi dan majaz-nya, adanya pengaruh aliran simbolis dalam kesusastraan Arab, di mana para sastrawan atau penyair menggunakan simbol-simbol sebagai sarana pengungkapan perasaan dan pikiran mereka.
3.   Aliran al-Mughaaliinu, yaitu aliran yang mengikuti aliran sastra yang ada di Eropa setelah Perang Dunia I. Karena itulah, aliran ini sangat terikat pada situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, serta pemikiran yang ada pada masyarakat Eropa. Di dunia Arab, pengaruh ini tidak hanya terdapat dalam satu masa saja, tetapi juga berlanjut dari satu masa ke masa setelahnya. Ciri-ciri aliran ini adalah tidak vokal, tapi menggunakan cara-cara yang pelan-pelan, didominasi oleh deskripsi, tapi ide dan deskripsinya terkadang tidak jelas. Di antara sastrawan yang termasuk dalam aliran ini adalah Ibrahim Naji, Badr Syakir Sayyab, Muhammad Mishbah al-Fituri, Mahmud Darwish, dan Abdul Wahab al-Bayati.
Selain itu, pengaruh Barat terhadap kesusastraan Arab modern tidak dapat dibuang begitu saja. Berbagai aliran sastra seperti Romantisme, Realisme, Surealisme, Simbolisme, Analisis Lirik, Eksistesialisme, Ekspresionalisme, dan Regionalisme telah begitu berpengaruh dalam kesusastraan Arab modern dalam tingkat yang berbeda. Pengaruh ini tidak saja dalam subyek dan isinya, tapi juga dalam bentuk dan gayanya. Dalam puisi Arab modern, pengaruh ini terlihat dengan sangat jelas. Adanya puisi-puisi tidak bersajak atau puisi bebas yang digunakan secara luas dalam puisi-puisi Arab. Romantisme, puisi tak bersajak dan puisi bebas ini secara luas telah berpengaruh dan berkembang dalam kesusastraan Arab.
Pada masa modern, qasidah yang monoritme masih terus ditulis, tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Puisi bebas yang menjadi lebih populer, dengan panjang yang bervariasi dan rima yang tidak mengikuti pola tertentu. Larik-lariknya semakin pendek, hingga ada yang hanya menggunakan dua atau tiga suku kata.
referensi:
Achmad. Bahrudin. 2011. Sejarah & Tokoh Kesusastraan Arab. 

0 komentar:

Posting Komentar