Perkembangan Prosa Arab Modern

Dalam sejarah kesusastraan Arab modern, sastra prosa telah berhasil mengekspresikan suasana yang kontemporer dan menyebarkan isu-isu individu, keluarga, dan masyarakat. Ciri-ciri kebangkitan sastra prosa pada masa ini dapat dilihat dengan adanya perhatian yang besar terhadap bangkitnya kembali karya-karya Arab klasik, baik dalam bentuk kesusastraan, filsafat, dan disiplin ilmu lainnya. Hal ini juga membuka jalan munculnya para penulis yang sangat setia terhadap peninggalan-peninggalan klasik mereka. Bentuk dan model klasik ini diikuti oleh sejumlah penulis masa ini. Misalnya, di Mesir, Sayyid Ali Darwish yang menulis maqamat seperti maqamat Hariri yang ada pada abad 12 Masehi. Di Irak, Shihabudin al-Alusi yang hidup antara 1802-1854, ia menulis lima buah maqamat dan diterbitkan di Kerbala pada tahun 1856.


Ciri yang lain adalah munculnya pertentangan antara kaum tradisionalis, kaum modernis, dan mereka yang berada dikeduanya (tradisionalis dan modernis), munculnya pertentangan antara kebudayaan Islam tradisional dan kebudayaan Eropa Modern. Munculnya kecenderungan baru dalam kesusastraan Arab dan munculnya para pengikut berbagai sekolah aliran sastra. Kecenderungan ini diperoleh lewat buku-buku bacaan atau kontak langsung melalui perjalanan atau studi di universitas-universitas luar negeri, munculnya sejumlah genre sastra sebagai hasil perkembangan baru, khususnya melalui kontak dengan sastra Barat, seperti novel, cerpen, esai, dan drama.
Perkembangan prosa dalam kesusastraan Arab dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu:
1. Prosa pada tahap permulaan pembaharuan
Pada masa ini, para penulis masih mengikuti para pengarang masa sebelumnya, yaitu masa Turki. Mereka tidak saja meniru gayanya, tapi juga isinya. Mereka masih tetap memperhatikan saja' (prosa lirik), jinas (asonansi), dan tibaq (antitesis). Mereka lebih mementingkan permainan kata-kata daripada isi dan idenya. Gaya dan isi seperti ini muncul di berbagai negara Arab. Akan tetapi, setelah itu, muncul unsur-unsur pembaharuan seperti yang tampak pada pengarang terkenal seperti: Adurrahman Jabarti (1754-1822), Ismail Khasab (w. 1815), dan Abdullah Fikri (1834-1889).
Unsur-unsur pembaharuan dalam prosa Arab ini berkembang secara bertahap dalam masyarakat Arab. Para pengarang sudah mulai memperhatikan aspek pemikiran dan makna tulisannya, kebiasaan mengarang sudah mulai tumbuh dalam masyarakat Arab. Di antara para pengarang masa ini adalah Rifa'at Tahtawi (1801-1873), Ibrahim al-Muwailihi (1846-1906), dan Nasif al-Jazili (1800-1871).
2. Prosa pada tahap pembaharuan 
Terjadinya pembaharuan di bidang prosa pada masa ini disebabkan oleh munculnya para reformis dan pemikir yang menyebabkan terjadinya pembaharuan dalam masyarakat Arab dan Islam, seperti Muhammad Abdul Wahab (1703-1792) di Saudi Arabia, Jamaludin al-Afgani (1838-1897) di Afganistan, dan Muhammad Abduh (1839-1905) di Mesir, serta Abdurrahman Kawakibi (1849-1902) di Syiria, serta munculnya sarana-sarana kebudayaan, terutama bidang penerbitan dan surat kabar. Surat kabar mempunyai peran besar dalam pembaharuan prosa di negara-negara Arab, juga munculnya kesadaran politik dan sosial di negara-negara Arab. 
Ciri-ciri prosa pada masa ini adalah lebih memperhatikan pemikrian daripada unsur gayanya, tidak banyak menggunakan kata-kata retoris seperti saja' tibaq, seperti pada masa sebelumnya. Pemikirannya runtun dan sistematis, penulis tidak keluar dari sati gagasan ke gagasan yang lain, kecuali gagasan yang satu telah selesai, pendahuluannya tidak terlalu panjang, temanya cenderung pada tema yang sedang terjadi pada masyarakat, seperti masalah politik, sosial, dan agama.
Perkembangan prosa Arab pada tahap ini tidak berjalan pada satu garis, melainkan berjalan pada dua kecenderungan. Kecenderungan pertama, mereka yang menyerukan agar berpegang teguh pada kebudayaan Arab dan Islam yang asli dengan mengambil manfaat dari kebudayaan Barat. Di antara para pengarang yang mempunyai kecenderungan seperti ini adalah: Mustafa Luthfi al-Manfaluti, Mustafa Shadiq ar-Rafi'i (1881-1937), Abdul Aziz Bisyri (1886-1943), Syarkib Arsalan (1869-1946), Ahmad Hasan az-Ziyat (1885-1968), dan Mahmud Abbas al-Aqqad.
Kecenderungan kedua, mereka yang sama sekali menjauhkan diri dari pengaruh kebudayaan Barat. Di antar pengarang yang masuk ke dalam kecenderungan ini adalah: Amin Rihani (1876-1940), Ibrahim Abdul Qadir al-Mazini (1890-1949), Muhamad Husein Haekal (1869-1946), Ahmad Amin (1878-1954), dan Taha Husein.
referensi:
Achmad. Bahrudin. 2011. Sejarah & Tokoh Kesusastraan Arab. 

0 komentar:

Posting Komentar