Drama Arab Modern

Sastra Arab baru mengenal genre drama pada masa modern. Mereka mengambil genre tersebut dari Barat. Dalam perkembangan berikutnya, seni drama di dalam sastra Arab adalah melalui empat fase:
1.   fase Marun Nuqas al-Lubnani yang meresepsi seni drama ini dari Italia. Dalam karya dramanya berjudul al-Bakhil karya Muller. Kemudian diikuti pula oleh karya-karya drama yang lain seperti Harun al-Rasyid (1850). Karya dramanya yang bersifat jenaka musikal lebih dapat dikatakan sebagai seni operet yang begitu memperhatikan aspek musikalitas dari pada dialoq. Karya-karya dramanya dapat dicerna oleh cita rasa awam, hanya saja karya ini ditulis dengan menggunakan bahasa campuran antara fusha, ami, dan Turki dalam gaya longgar (tidak baku).

Novel dan Cerpen Arab Modern

Dalam kesusastraan Arab, novel muncul pada pertengahan terakhir abad ke-19, dimulai dengan novel terjemahan dan diterbitkan secara bersambung di majalah-majalah. Ada 13 novelis yang aktif antara tahun 1885-1914. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kristen yang pernah berkunjung ke Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika. Novel berbahasa Arab pertama muncul di Syiria yang ditulis oleh Antun as-Saqqal (1824-1885) dengan judul al-Ashum an-Nariyyah (Panah Api).
Perkembangan novel pada masa ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.   Novel yang masih dipengaruhi maqamat (yang merupakan salah satu genre sastra pada masa sebelumnya), seperti novel Hadits Isa ibn Hisyam karya Muhammad al-Muwalhi (1858-1930), dan karya Hafiz Ibrahim (1870-1932) yang berjudul Layali Satih;

Perkembangan Prosa Arab Modern

Dalam sejarah kesusastraan Arab modern, sastra prosa telah berhasil mengekspresikan suasana yang kontemporer dan menyebarkan isu-isu individu, keluarga, dan masyarakat. Ciri-ciri kebangkitan sastra prosa pada masa ini dapat dilihat dengan adanya perhatian yang besar terhadap bangkitnya kembali karya-karya Arab klasik, baik dalam bentuk kesusastraan, filsafat, dan disiplin ilmu lainnya. Hal ini juga membuka jalan munculnya para penulis yang sangat setia terhadap peninggalan-peninggalan klasik mereka. Bentuk dan model klasik ini diikuti oleh sejumlah penulis masa ini. Misalnya, di Mesir, Sayyid Ali Darwish yang menulis maqamat seperti maqamat Hariri yang ada pada abad 12 Masehi. Di Irak, Shihabudin al-Alusi yang hidup antara 1802-1854, ia menulis lima buah maqamat dan diterbitkan di Kerbala pada tahun 1856.

Tema-tema Puisi Arab Modern

Dari segi tema, puisi Arab modern dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.   Tema-tema lama yang masih dipakai.
                  Tema-tema tersebut antara lain: Wasf (deskripsi); kalau pada masa-masa sebelumnya, tema ini hanya merupakan tema tambahan pada tema-tema lain, seperti pada puisi ritsa (ratapan) atau madah (pujian), pada masa modern, tema ini tampaknya lebih banyak berdiri sendiri. Fakhr (membanggakan diri); pada masa-masa sebelumnya tema seperti ini digunakan untuk menyebut-nyebut keagungan, kemulian atau kedudukan suatu suku, pada masa modern, tema ini masih tetap digunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas, yaitu untuk melahirkan keagungan suatu bangsa yang bertujuan untuk membangkitkan semangat perjuangan suatu bangsa dalam melawan penjajahan asing. Madah (puji-pujian); pada masa moden tema seperti ini masih mendapat tempat yang luas. Tema ini juga ditujukan kepada para pejuang kemerdekaan dan kebangsaan. Religius; tema puisi seperti pada masa modern masih tetap dipertahankan dan digunakan, yang berisi pujian-pujian terhadap Rasulullah Saw dalam bentuk yang beragam.

Perkembangan Puisi Arab Modern

Perkembangan puisi pada masa ini, secara bertahap, mendapat pengaruh dari Eropa Baru, meskipun perubahannya mendapat tantangan dari para tradisionalis yang ingin tetap menjaga tradisi klasik, yaitu adanya monoritme dalam puisi Arab. Seperti genre sastra lainnya, puisi pada masa ini dimulai dengan ekspresi-ekpresi mengenai politik, sosial, dan budaya. Secara umum gambaran puisi Arab sampai tahun 1920 baik dari segi bentuk maupun bahasanya masih menggunakan bentuk dan bahasa lama (klasik), sementara mengenai temanya, masih ada yang menggunakan tema lama, tapi diadaptasi dengan suasana yang baru, dan ada juga tema-tema yang baru, seperti tema nasionalisme. Tema nasionalisme ini kadang-kadang menyuarakan tentang Pan Arabisme dan Pan Islamisme. Adapun perkembangan puisi Arab pada masa ini dapat dilihat dari beberapa aspek adalah sebagai berikut:

Faktor Kebangkitan Kesusastraan Arab Modern

Kebangkitan kesusastraan Arab modern secara luas ditandai dengan adanya kontak antara dunia Arab dan Eropa modern, yakni ketika Napoleon Bonaparte menginjakkan kakinya di tanah Arab pada tahun 1798 M. Ekspedisi Napoleon ke Mesir, baik secara kultural maupun politis, telah mengguncangkan pondasi negeri yang menggunakan bahasa Arab tersebut. Mereka memperkenalkan budaya Perancis dan ilmu pengetahuan Barat pada orang-orang Mesir, kemudian kepada orang-orang Arab secara keseluruhan (Sutiasumarfa, 2001: 99).
Faktor lain yang menyebabkan bangkitnya kesusastraan Arab modern ini adalah diperkenalkannya penerbitan resmi pertama yang dibawa ke Mesir oleh Napoleon.

Sejarah Kesusastraan Arab Modern

Perjalanan sejarah kesusastraan Arab modern tidak diragukan lagi dalam perjalanannya telah lebih kaya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Tema-temanya lebih bervariasi. Pada masa modern orang-orang Arab lebih terbuka terhadap pengaruh-pengaruh eksternal, baik dari Timur maupun dari Barat. Dalam sastra Arab modern, Mesir dapat dikatakan merupakan pembuka jalan meskipun dari para sastrawan itu banyak yang berasal dari Libanon dan Suriah. Mereka pindah ke Mesir untuk menyalurkan bakatnya di negeri ini.
Pada akhir abad ke XVIII ketika bangsa Arab di bawah pemerintahan daulat Usmaniyah keadaannya sangat lemah. Bangsa Eropah setelah melihat keadaan ini, kembali mengulangi akspansinya ke Timur Tengah. Mereka datang tidak dengan kekerasan tetapi kedatangan ini dengan dalih untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan memperluas roda perdagangan.